Jumat, 25 Mei 2012
Puisi Chairil Awar-DOA
Puisi Chairil Awar-DOA
kepada pemeluk teguh
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namamu
Dalam termangu
Aku masih menyebut namamu
Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh
mengingat Kau penuh seluruh
cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
aku hilang bentuk
remuk
remuk
Tuhanku
aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling
13 November 1943
SINTAKSIS BAHASA INDONESIA Oleh: Firdawati, S.Pd.
SINTAKSIS BAHASA INDONESIA
SINTAKSIS BAHASA INDONESIA
Oleh: Firdawati, S.Pd.
Istilah sintaksis berasal dari bahasa Yunani (Sun + tattein) yang
berarti mengatur bersama-sama. Manaf (2009:3) menjelaskan bahwa
sintaksis adalah cabang linguistik yang membahas struktur internal
kalimat. Struktur internal kalimat yang dibahas adalah frasa, klausa,
dan kalimat. Jadi frasa adalah objek kajian sintaksis terkecil dan
kalimat adalah objek kajian sintaksis terbesar.1. Frasa
Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang bersifat nonpredikatif atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat (Chaer, 2003:222). Perhatikan contoh-contoh berikut.
- bayi sehat
- pisang goreng
- baru datang
- sedang membaca
1.1. Frasa verbal
Frasa verbal adalah kelompok kata yang dibentuk dengan kata kerja. Frasa verbal terdiri dari tiga macam seperti yang dijelaskan berikut ini.
1.1.1. Frasa verbal modifikatif (pewatas) yang dibedakan menjadi.
1.1.1.1. Pewatas belakang, seperti contoh berikut ini.
- Ia bekerja keras sepanjang hari.
- Orang itu bekerja cepat setiap hari.
- Kami akan menyanyikan lagu kebangsaan.
- Mereka pasti menyukai makanan itu.
- Mereka mencuci dan menjemur pakaiannya.
- Kita pergi atau menunggu ayah.
- Aie Pacah, tempat tinggal saya, akan menjadi pusat pemerintahan kota Padang.
- Usaha Pak Ali, berdagang kain, kini menjadi grosir.
Frasa adjektival adalah kelompok kata yang dibentuk dengan kata sifat atau keadaan sebagai inti (yang diterangkan) dengan menambahkan kata lain yang berfungsi menerangkan seperti agak, dapat, harus, kurang, lebih, paling, dan sangat. Frasa adjektival mempunyai tiga jenis seperti yang dijelaskan berikut ini.
1.2.1. Frasa adjektival modifikatif (membatasi), contohnya adalah sebagai berikut.
- Tampan nian kekasih barumu.
- Hebat benar kelakuannya.
- Setelah pindah, dia aman tentram di rumah barunya.
- Dia menginginkan pria yang tegap kekar untuk menjadi suaminya.
- Srikandi cantik, ayu rupawan, diperistri oleh Arjuna.
- Skripsi yang berkualitas, terpuji dan terbaik, diterbitkan oleh Universitas.
Frasa nominal adalah kelompok kata benda yang dibentuk dengan memperluas sebuah kata benda. Frasa nominal dibagi menjadi tiga jenis seperti yang dijelaskan berikut ini.
1.3.1. Frasa nominal modifikatif (mewatasi), misalnya rumah mungil, hari minggu, bulan pertama. Contohnya seperti berikut ini.
- Pada hari minggu layanan pustaka tetap dibuka.
- Pada bulan pertama setelah menikah, mereka sudah mulai bertengkar.
- Seorang PNS harus memahami hak dan kewajiban sebagai aparatur negara.
- Setiap orang menginginkan kebahagiaan dunia akhirat.
- Anton, mahasiswa teladan itu, kini menjadi dosen di Universitasnya.
- Burung Cendrawasih, burung langka dari Irian itu, sudah hampir punah.
Frasa adverbial adalah kelompok kata yang dibentuk dengan keterangan kata sifat. Frasa adverbial dibagi dua jenis yaitu.
1.4.1. Frasa adverbial yang bersifat modifikatif (mewatasi), misalnya sangat pandai, kurang pandai, hampir baik, dan pandai sekali. Contoh dalam kalimat seperti berikut ini.
- Dia kurang pandai bergaul di lingkungan tempat tinggalnya.
- Kemampuan siswa saya dalam mengarang berada pada kategori hampir baik.
- Jarak rumah ke kantornya lebih kurang dua kilometer.
Frasa pronominal adalah frasa yang dibentuk dengan kata ganti. Frasa pronominal terdiri dari tiga jenis yaitu seperti berikut ini.
1.5.1. Frasa pronominal modifikatif, contohnya seperti berikut.
- Kami semua dimarahi guru karena meribut.
- Mereka berdua minta izin karena mengikuti perlombaan.
- Aku dan kau suka dancow.
- Saya dan dia sudah lama tidak bertegur sapa.
- Kami, bangsa Indonesia, menyatakan perang terhadap korupsi.
- Mahasiswa, para pemuda, siap menjadi pasukan anti korupsi.
Frasa numeralia adalah kelompok kata yang dibentuk dengan kata bilangan. Frasa numeralia terdiri dari dua jenis yaitu.
1.6.1. Frasa numeralia modifikatif, contohnya seperti di bawah ini.
- Mereka memotong dua puluh ekor sapi kurban.
- Orang itu menyumbang pembangunan jalan dua juta rupiah.
- Lima atau enam orang bertopeng melintasi kegelapan pada gang itu.
- Entah tiga, entah empat kali dia sudah meminjam uang saya.
Frasa introgativa koordinatif adalah frasa yang berintikan pada kata tanya. Contohnya seperti berikut ini.
- Jawaban apa atau siapa merupakan ciri subjek kalimat.
- Jawaban mengapa atau bagaimana merupakan pertanda jawaban prediket.
Frasa demonstrativa koordinatif adalah frasa yang dibentuk dengan dua kata yang tidak saling menerangkan. Contohnya seperti berikut ini.
- Saya bekerja di sana atau di sini sama saja.
- Saya memakai baju ini atau itu tidak masalah.
Frasa proposional koordinatif dibentuk dari kata depan dan tidak saling menerangkan. Contohnya seperti berikut.
- Perjalanan kami dari dan ke Bandung memerlukan waktu enam jam.
- Koperasi dari, oleh dan untuk anggota.
Klausa adalah sebuah konstruksi yang di dalamnya terdapat beberapa kata yang mengandung unsur predikatif (Keraf, 1984:138). Klausa berpotensi menjadi kalimat. (Manaf, 2009:13) menjelaskan bahwa yang membedakan klausa dan kalimat adalah intonasi final di akhir satuan bahasa itu. Kalimat diakhiri dengan intonasi final, sedangkan klausa tidak diakhiri intonasi final. Intonasi final itu dapat berupa intonasi berita, tanya, perintah, dan kagum.
Widjono (2007:143) membedakan klausa sebagai berikut.
2.1. Klausa kalimat majemuk setara
Dalam kalimat majemuk setara (koordinatif), setiap klausa memiliki kedudukan yang sama. Kalimat majemuk koordinatif dibangun dengan dua klausa atau lebih yang tidak saling menerangkan. Contohnya sebagai berikut.
Rima membaca kompas, dan adiknya bermain catur.
Klausa pertama Rima membaca kompas. Klausa kedua adiknya bermain catur. Keduanya tidak saling menerangkan.
2.2. Klausa kalimat majemuk bertingkat
Kalimat majemuk bertingkat dibangun dengan klausa yang berfungsi menerangkan klausa lainnya. Contohnya sebagai berikut.
Orang itu pindah ke Jakarta setelah suaminya bekerja di Bank Indonesia.
Klausa orang itu pindah ke Jakarta sebagai klausa utama (lazim disebut induk kalimat) dan klausa kedua suaminya bekerja di Bank Indonesia merupakan klausa sematan (lazim disebut anak kalimat).
2.3. Klausa gabungan kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat
Klausa gabungan kalimat majemuk setara dan bertingkat, terdiri dari tiga klausa atau lebih. Contohnya seperti berikut ini.
- Dia pindah ke Jakarta setelah ayahnya meninggal dan ibunya kawin lagi.
1) Dia pindah ke Jakarta (klausa utama)
2) Setelah ayahnya meninggal (klausa sematan)
3) Ibunya kawin lagi (klausa sematan)
- Dia pindah ke Jakarta setelah ayahnya meninggal. (Kalimat majemuk bertingkat)
- Ayahnya meninggal dan ibunya kawin lagi. (Kalimat majemuk setara)
Kalimat adalah satuan bahasa terkecil yang merupakan kesatuan pikiran (Widjono:146). Manaf (2009:11) lebih menjelaskan dengan membedakan kalimat menjadi bahasa lisan dan bahasa tulis. Dalam bahasa lisan, kalimat adalah satuan bahasa yang mempunyai ciri sebagai berikut: (1) satuan bahasa yang terbentuk atas gabungan kata dengan kata, gabungan kata dengan frasa, atau gabungan frasa dengan frasa, yang minimal berupa sebuah klausa bebas yang minimal mengandung satu subjek dan prediket, baik unsur fungsi itu eksplisit maupun implisit; (2) satuan bahasa itu didahului oleh suatu kesenyapan awal, diselingi atau tidak diselingi oleh kesenyapan antara dan diakhiri dengan kesenyapan akhir yang berupa intonasi final, yaitu intonasi berita, tanya, intonasi perintah, dan intonasi kagum. Dalam bahasa tulis, kalimat adalah satuan bahasa yang diawali oleh huruf kapital, diselingi atau tidak diselingi tanda koma (,), titik dua (:), atau titik koma (;), dan diakhiri dengan lambang intonasi final yaitu tanda titik (.), tanda tanya (?), atau tanda seru (!).
3.1. Ciri-ciri kalimat
Widjono (2007:147) menjelaskan ciri-ciri kalimat sebagai berikut.
- Dalam bahasa lisan diawali dengan kesenyapan dan diakhiri dengan kesenyapan. Dalam bahasa tulis diawali dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik, tanda tanya, atau tanda seru.
- Sekurang-kurangnya terdiri dari atas subjek dan prediket.
- Predikat transitif disertai objek, prediket intransitif dapat disertai pelengkap.
- Mengandung pikiran yang utuh.
- Mengandung urutan logis, setiap kata atau kelompok kata yang mendukung fungsi (subjek, prediket, objek, dan keterangan) disusun dalam satuan menurut fungsinya.
- Mengandung satuan makna, ide, atau pesan yang jelas.
- Dalam paragraf yang terdiri dari dua kalimat atau lebih, kalimat-kalimat disusun dalam satuan makna pikiran yang saling berhubungan.
Fungsi sintaksis pada hakikatnya adalah ”tempat” atau ”laci” yang dapat diisi oleh bentuk bahasa tertentu (Manaf, 2009:34). Wujud fungsi sintaksis adalah subjek (S), prediket (P), objek (O), pelengkap (Pel.), dan keterangan (ket). Tidak semua kalimat harus mengandung semua fungsi sintaksis itu. Unsur fungsi sintaksis yang harus ada dalam setiap kalimat adalah subjek dan prediket, sedangkan unsur lainnya, yaitu objek, pelengkap dan keterangan merupakan unsur penunjang dalam kalimat. Fungsi sintaksis akan dijelaskan berikut ini.
3.2.1. Subjek
Fungsi subjek merupakan pokok dalam sebuah kalimat. Pokok kalimat itu dibicarakan atau dijelaskan oleh fungsi sintaksis lain, yaitu prediket. Ciri-ciri subjek adalah sebagai berikut:
- jawaban apa atau siapa,
- dapat didahului oleh kata bahwa,
- berupa kata atau frasa benda (nomina)
- dapat diserta kata ini atau itu,
- dapat disertai pewatas yang,
- tidak didahului preposisi di, dalam, pada, kepada, bagi, untuk, dan lain-lain,
- tidak dapat diingkarkan dengan kata tidak, tetapi dapat diingkarkan dengan kata bukan.
- Adik bermain.
- Ibu memasak.
3.2.2. Predikat
Predikat merupakan unsur yang membicarakan atau menjelaskan pokok kalimat atau subjek. Hubungan predikat dan pokok kalimat dapat dilihat pada contoh-contoh di bawah ini.
- Adik bermain.
Adik adalah pokok kalimat
bermain adalah yang menjelaskan pokok kalimat.
- Ibu memasak.
Ibu adalah pokok kalimat
memasak adalah yang menjelaskan pokok kalimat.
Prediket mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
- bagian kalimat yang menjelaskan pokok kalimat,
- dalam kalimat susun biasa, prediket berada langsung di belakang subjek,
- prediket umumnya diisi oleh verba atau frasa verba,
- dalam kalimat susun biasa (S-P) prediket berintonasi lebih rendah,
- prediket merupakan unsur kalimat yang mendapatkan partikel –lah,
- prediket dapat merupakan jawaban dari pertanyaan apa yang dilakukan (pokok kalimat) atau bagaimana (pokok kalimat).
Fungsi objek adalah unsur kalimat yang kehadirannya dituntut oleh verba transitif pengisi predikat dalam kalimat aktif. Objek dapat dikenali dengan melihat verba transitif pengisi predikat yang mendahuluinya seperti yang terlihat pada contoh di bawah ini.
- Dosen menerangkan materi.
menerangkan adalah verba transitif.
- Ibu menyuapi adik.
Menyuapi adalah verba transitif.
Objek mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
- berupa nomina atau frasa nominal seperti contoh berikut,
- Ayah membaca koran.
Koran adalah nomina.
- Adik memakai tas baru.
Tas baru adalah frasa nominal
- berada langsung di belakang predikat (yang diisi oleh verba transitif) seperti contoh berikut,
- Ibu memarahi kakak.
- Guru membacakan pengumuman.
- dapat diganti enklitik –nya, ku atau –mu, seperti contoh berikut,
- Kepala sekolah mengundang wali murid.
- Kepala sekolah mengundangnya.
- objek dapat menggantikan kedudukan subjek ketika kalimat aktif transitif dipasifkan, seperti contoh berikut,
- Ani membaca buku.
- Buku dibaca Ani.
3.2.4. Pelengkap
Pelengkap adalah unsur kalimat yang berfungsi melengkapi informasi, mengkhususkan objek, dan melengkapi struktur kalimat. Pelengkap (pel.) bentuknya mirip dengan objek karena sama-sama diisi oleh nomina atau frasa nominal dan keduanya berpotensi untuk berada langsung di belakang predikat. Kemiripan antara objek dan pelengkap dapat dilihat pada contoh berikut.
- Bu Minah berdagang sayur di pasar pagi.
- Bu Minah menjual sayur di pasar pagi.
Pelengkap mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
- pelengkap kehadirannya dituntut oleh predikat aktif yang diisi oleh verba yang dilekati oleh prefiks ber dan predikat pasif yang diisi oleh verba yang dilekati oleh prefiks di- atau ter-, seperti contoh berikut.
-
- Bu Minah berjualan sayur di pasar pagi.
-
- Buku dibaca Ani.
- pelengkap merupakan fungsi kalimat yang kehadirannya dituntut oleh verba dwitransitif pengisi predikat seperti contoh berikut.
-
- Ayah membelikan adik mainan.
membelikan adalah verba dwitransitif.
- pelengkap merupakan unsur kalimat yang kehadirannya mengikuti predikat yang diisi oleh verba adalah, ialah, merupakan, dan menjadi, seperti contoh berikut.
-
- Budi menjadi siswa teladan.
-
- Kemerdekaan adalah hak semua bangsa.
- dalam kalimat, jika tidak ada objek, pelengkap terletak langsung di belakang predikat, tetapi kalau predikat diikuti oleh objek, pelengkap berada di belakang objek, seperti pada contoh berikut.
-
- Pak Ali berdagang buku bekas.
-
- Ibu membelikan Rani jilbab.
- pelengkap tidak dapat diganti dengan pronomina –nya, seperti contoh berikut.
-
- Ibu memanggil adik.
Ibu memanggilnya.
S P O
-
- Pak Samad berdagang rempah.
Pak Samad berdagangnya (?)
- satuan bahasa pengisi pelengkap dalam kalimat aktif tidak mampu menduduki fungsi subjek apabila kalimat aktif itu dijadikan kalimat pasif seperti contoh berikut.
-
- Pancasila merupakan dasar negara.
-
- Dasar negara dirupakan pancasila (?)
Keterangan adalah unsur kalimat yang memberikan keterangan kepada seluruh kalimat. Sebagian besar unsur keterangan merupakan unsur tambahan dalam kalimat. Keterangan sebagai unsur tambahan dalam kalimat dapat dilihat pada contoh berikut.
- Ibu membeli kue di pasar.
- Ayah menonton TV tadi pagi.
Keterangan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
- umumnya merupakan keterangan tambahan atau unsur yang tidak wajib dalam kalimat, seperti contoh berikut.
- Saya membeli buku.
- Saya membeli buku di Gramedia.
- keterangan dapat berpindah tempat tanpa merusak struktur dan makna kalimat, seperti contoh berikut.
- Dia membuka bungkusan itu dengan hati-hati.
- Dengan hati-hati dia membuka bungkusan itu.
- keterangan diisi oleh adverbia, adjektiva, frasa adverbial, frasa adjektival, dan klausa terikat, seperti contoh berikut.
- Ali datang kemarin.
- Ibu berangkat kemarin sore.
Manaf (2009:51) membedakan keterangan berdasarkan maknanya seperti dijelaskan berikut.
- Keterangan tempat
- Ayah pulang dari kantor.
- Irfan bermain bola di lapangan.
- Keterangan waktu
- Dia akan datang pada hari ini.
- Dia menderita sepanjang hidupnya.
- Keterangan alat
- Ibu menghaluskan bumbu dengan blender.
- Kue itu dibuat tanpa cetakan.
- Keterangan cara
- Dia memasuki rumah kosong itu dengan hati-hati.
- Habib mengendarai sepedanya dengan pelan-pelan.
- Keterangan tujuan
- Arif giat belajar agar naik kelas.
- Adonan itu diaduk supaya cepat kembang.
- Keterangan penyerta
- Mahasiswa pergi studi banding bersama dosen.
- Orang itu pindah bersama anak isterinya.
- Keterangan perbandingan
- Dia gelisah seperti cacing kepanasan.
- Suara orang itu keras bagaikan halilintar.
- Keterangan sebab
- Sebagian besar rumah rusak karena gempa.
- Rakyat semakin menderita karena harga beras semakin naik.
- Keterangan akibat
- Dia sering berbohong sehingga temannya tidak percaya kepadanya.
- Hutan lindung ditebang akibatnya sering terjadi tanah longsor.
10. Keterangan syarat
Keterangan syarat adalah keterangan yang relasi antarunsurnya membentuk makna syarat. Keterangan syarat dimarkahi oleh konjungtor jika dan apabila, seperti contoh berikut ini.
- Saya akan datang jika dia mengundang saya.
- Jika para pemimpin Indonesia jujur, rakyat akan sejahtera.
11. Keterangan pengandaian
Keterangan pengandaian adalah keterangan yang relasi antarunsurnya membentuk makna pengandaian. Keterangan pengandaian dimarkahi oleh konjungtor andaikata, seandainya dan andaikan, seperti contoh berikut ini.
- Andaikan bulan bisa ngomong, dia tidak akan bohong.
- Seandainya saya orang kaya, saya akan membantu orang miskin.
12. Keterangan atributif
Keterangan atributif adalah keterangan yang relasi antarunsurnya membentuk makna penjelasan dari suatu nomina. Keterangan atibutif dimarkahi oleh konjungtor yang, seperti contoh berikut ini.
- Mahasiswa yang indeks prestasinya paling tinggi mendapat
beasiswa.
O
- Guru yang berbaju hijau itu adalah wali kelas saya.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Keraf, Gorys. 1984. Tata Bahasa Indonesia. Flores: Nusa Indah.
Manaf, Ngusman Abdul, 2009. Sintaksis: Teori dan Terapannya dalam Bahasa Indonesia. Padang: Sukabina Press.
Widjono HS. 2007. Bahasa Indonesia: Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi. Jakarta: Grasindo.
MORFOLOGI BAHASA INDONESIA
MORFOLOGI BAHASA INDONESIA
A. Kata Berimbuhan/Berafiks
- 1. Penggunaan afiks/imbuhan ter
- Membentuk verba (kata kerja) pasif, misalnya:
Terbatas
Terangkat
Adapun nosinya dapat digolongkan menjadi:
1) Menyatakan “sudah di, sudah dalam keadaan di”, misalnya:
Terbuka
Terduduk
Terkunci
2) Menyatakan “dapat di”, misalnya:
Terangkat
Terbaca
Terlihat
Adakalanya afiks ter- berfungsi membentuk verba aktif, misalnya pada kata tersenyum
- Membentuk kata adjektiva/sifat. Kata sifat ini dapat diuji dengan perluasan kata yang menyatakan tingkat perbandingan, misalnya agak, sangat, paling.
1) sudah dalam keadaan”, misalnya:
Terbatas
2) Jika ter- melekat pada kata dasar kata sifat atau kata benda, ter- menyatakan “paling”, misalnya:
Terkecil
Teratas
Terdepan
Terbelakang
Kata-kata berikut tidak terbentuk dari afiks ter-, yakni:
Terjal
Terka
Ternak
Kembangkan pemakaian afiks ter- dengan mencari contoh kata berafiks ter- dan menggunakannya dalam kalimat yang berbeda-beda!
- 2. Penggunaan afiks ber-, ber-kan, dan ber-an
- Afiks ber
1) Jika kata dasarya berupa verba kata kerja, afiks ber- menyatakan “melakukan pekerjaan”, misalnya:
Berdandan
Berolahraga
Berdagang
2) Menyatakan makna “mengandung, ada”, misalnya:
Berair
Beracun
Berbisa
3) “Memancarkan”, misalnya:
Bersinar
Bercahaya
4) “Memanjatkan”, misalnya:
Berdoa
5) “Mengucapkan, mengikrarkan, mengeluarkan, menyampaikan”, misalnya:
Betjanji
Bersumpah
Berpesan
6) “Menjadi”, misalnya:
Bertamu
Berjaya
7) “Menunjukkan”, misalnya:
Berbakti
8) “Naik, mengendarai”, misalnya:
Berkuda
Berkereta API
Bersepeda
9) ” Menggunakan, memakai”, misalnya:
Berkaca mata
Bersepatu
10) “Menghabiskan, menggunakan”, misalnya:
Bermalam
Berlibur
11) “Pergi ke, minta tolong ke”, misalnya:
Berguru
Berdukun
12) “Menganggap sebagai, menjadikan sebagai”, misalnya:
Berteman
13) “Melahirkan mengeluarkan:, misalnya,
Kambing sedang beranak
Ayam bertelur
14) “Memanggil sebagai”, misalnya:
Berengkau
Beribu
Beranda
15) “Timbul, tumbuh”, misalnya:
Berbunga
Berbuah
Bertunas
16) Menggunakan, ada”, misalnya:
Kereta berkuda
17) “Terkumpul menjadi”, misalnya:
Bersatu
18) “Terkumpun dalam jumlah”, misa1nya:
Berlima
Berdua
19) “Kena, menderita”, misalnya:
Malam berembun
Siang berpanas matahari
20) Menyatakan “milik, memiliki, mempunyai”, misa1nya:
Berharga
Berharapan
Berpotensi
21) Nosi ber- tidak jells, separate pada kata-kata
Bertamu
Berlalu
Bersusah
Bersakit
Berbeda
Bersenang
Berikut bukan kata bentukan dengan afiks ber-:
Berapa
Berani
Beruang kutub
- Afiks ber-kan
- Afikasi ber-an
pengertian fonologi
A. FONOLOGI
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) dinyatakan bahwa fonologi adalah
bidang dalam linguistik yang menyelidiki bunyi – bunyi bahasa menurut
fungsinya. Dengan demikian fonologi adalah merupakan sistem bunyi dalam
bahasa Indonesia atau dapat juga dikatakan bahwa fonologi adalah ilmu
tentang bunyi bahasa.
Fonologi dalam tataran ilmu bahasa dibagi dua bagian, yakni:
1. Fonetik
Fonetik
adalah ilmu bahasa yang membahas bunyi – bunyi bahasa yang dihasilkan
alat ucap manusia, serta bagaimana bunyi itu dihasilkan.
Macam –macam fonetik :
a.
fonetik artikulatoris yang mempelajari posisi dan gerakan bibir, lidah
dan organ-organ manusia lainnya yang memproduksi suara atau bunyi bahasa
b. fonetik akustik yang mempelajari gelombang suara dan bagaimana mereka didengarkan oleh telinga manusia
c. fonetik auditori yang mempelajari persepsi bunyi dan terutama bagaimana otak mengolah data yang masuk sebagai suara
2. Fonemik
Fonemik adalah ilmu bahasa yang membahas bunyi – bunyi bahasa yang berfungsi sebagai pembeda makna.
Jika
dalam fonetik kita mempelajari segala macam bunyi yang dapat dihasilkan
oleh alat-alat ucap serta bagaimana tiap-tiap bunyi itu dilaksanakan,
maka dalam fonemik kita mempelajari dan menyelidiki
kemungkinan-kemungkinan,
pengertian semantik
Kata
semantik yang berasal dari bahasa Yunani ‘sema’ (kata benda) yang
bererti ‘tanda’ atau ‘lambang’. Kata kerjanya adalah semiano yang
bererti ‘menandai’ atau ‘melambangkan’. Apa yang dimaksudkan sebagai
lambang atau tanda di sini sebagai padanan kata ‘sema’ itu adalah tanda linguistik (Perancis: Signe linguistique)
seperti yang dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure (1966), iaitu yang
terdiri daripada dua komponen iaitu komponen yang mengertikan, yang
wujud bunyi-bunyi bahasa dan komponen yang diertikan atau makna dari
komponen yang pertama itu. Kedua-dua komponen ini adalah merupakan tanda
atau lambang, sedangkan yang ditanai atau dilambangkan itu adalah
sesuatu yang berada di luar bahasa yang lazim atau hal yang di tunjuk.
Kata semantik ini kemudian dijadikan sebagai istilah yang digunakan
untuk bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda
linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Atau denga
kata lain, bidang linguistik yang mempelajari makna atau erti dalam
bahasa. Oleh kerana itu, kata sematik dapat diertikan sebagai ilmu
tentang makna atau tentang erti, iaitu salah satu daripada tiga tataran
analisis bahasa termasuklah fonologi, gramatik dan semantik.
Selain
istilah semantik dalam sejarah linguistik terdapat juga istilah lain
yang digunakan seperti semiotik, semiologi, semasiologi, sememik dan
semik untuk merujuk pada bidang yang mengkaji makna atau erti daripada
suatu tanda atau lambang. Namun, istilah semantik lebih umum digunakan
dalam kajian linguistik kerana istilah-istilah tersebut mempunyai bidang
cakupan objek yang lebih luas, yakni mencakupi makna tanda atau lambang
pada umumnya. Termasuk tanda-tanda lalu lintas, kod, tanda-tanda dalam
ilmu matematik dan banyak lagi. Sedangkan cakupan ilmu semantik hanyalah
makna atau erti yang berkenaan dengan bahasa sebagai alat komunikasi
verbal. Oleh itu, kita harus berhati-hati memakai kata bahasa. Menurut
Leech (1974), yang melihat semantik sebagai fenomena linguistik perlu
diberi penekanan yang serius. Hubungan makna dengan bahasa adalah apat,
khusus dala ayat. Jadi, untuk mengkaji makna kita perlu mengkaji
hubungan perkataan dengan ujaran. Seseorang yang mengetahui semantik
akan berupaya mengenali ujaran atau ungkapan yang bersifat
’tidak semantik’ yakni tidak masuk akal logik atau ayatnya sukar
diterima logik. Menurut Ogden dan Richard (1923), makna dilihat sebagai
’pengaruh bahasa terhadap pemikiran’. Bagaimana penutur dan penerima
menggunakan pemikiran mentafsir makna. Kepelbagaian takrifan di atas
berlaku kerana para sarjana akan membuat interpretasi menurut fahaman
dan latihan yang mereka perolehi dan selalunya dipengaruhi dengan bidang
yang mereka ceburi.
diskusi kelompok
Diskusi kelompok
adalah salah satu bentuk kegiatan yang dilaksanakan dalam bimbingan.
Kegiatan diskusi kelompok merupakan kegiatan yang dilakukan dengan
melibatkan lebih dari satu individu. Kegiatan diskusi kelompok ini dapat
menjadi alternatif dalam membantu memecahkan permasalahan seorang
individu.
Pengertian Diskusi kelompok menurut beberapa ahli :
Moh. Surya (1975:107) mendefinisikan diskusi kelompok
merupakan suatu proses bimbingan dimana murid-murid akan mendapatkan
suatu kesempatan untuk menyumbangkan pikiran masing-masing dalam
memecahkan masalah bersama. Dalam diskusi ini tetanam pula tanggung
jawab dan harga diri.
Moh. Uzer Usman (2005:94) menyatakan bahwa diskusi kelompok
merupakan suatu proses yang teratur yang melibatkan sekelompok orang
dalam interaksi tatap muka yang informal dengan berbagai pengalaman atau
informasi, pengambilan kesimpulan atau pemecahan masalah.
pengertian cerpen
Pengertian Cerpen
Cerpen adalah singkatan dari cerita pendek, disebut demikian karena jumlah halamannya yang sedikit, situasi dan tokoh ceritanya juga digambarkan secara terbatas (Rani, 1996:276).
Mengutip Edgar Allan Poe, Jassin (1961:72) mengemukakan cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam (dalam Nurgiyantoro, 2000:72).
Dalam bukunya berjudul Anatomi Sastra (1993:34), Semi mengemukakan: cerpen ialah karya sastra yang memuat penceritaan secara memusat kepada suatu peristiwa pokok saja. Semua peristiwa lain yang diceritakan dalam sebuah cerpen, tanpa kecuali ditujukan untuk mendukung peristiwa pokok.
Masih menurut Semi, dalam kesingkatannya itu cerpen akan dapat menampakan pertumbuhan psikologis para tokoh ceritanya, hal ini berkat perkembangan alur ceritanya sendiri. Ini berarti, cerpen merupakan bentuk ekspresi yang dipilih dengan sadar oleh para sastrawan penulisnya.
Berdasarkan jumlah katanya, cerpen dipatok sebagai karya sastra berbentuk prosa fiksi dengan jumlah kata berkisar antara 750-10.000 kata. Berdasarkan jumlah katanya, cerpen dapat dibedakan menjadi 3 tipe, yakni.
1. Cerpen mini (flash), cerpen dengan jumlah kata antara 750-1.000 buah.
2. Cerpen yang ideal, cerpen dengan jumlah kata antara 3.000-4000 buah.
3. Cerpen panjang, cerpen yang jumlah katanya mencapai angka 10.000 buah. Cerpen jenis ini banyak ditulis oleh cerpenis Amerika Serikat, Amerika Latin, dan Eropa pada kurun waktu 1940-1960 (Pranoto, 2007:13-14).
Berdasarkan teknik cerpenis dalam mengolah unsur-unsur intrinsiknya cerpen dapat dibedakan menjadi 2 tipe, yakni.
1. Cerpen sempurna (well made short-story), cerpen yang terfokus pada satu tema dengan plot yang sangat jelas, dan ending yang mudah dipahami. Cerpen jenis ini pada umumnya bersifat konvensional dan berdasar pada realitas (fakta). Cerpen jenis ini biasanya enak dibaca dan mudah dipahami isinya. Pembaca awam bisa membacanya dalam tempo kurang dari satu jam
2. Cerpen tak utuh (slice of life short-story), cerpen yang tidak terfokus pada satu tema (temanya terpencar-pencar), plot (alurnya) tidak terstruktur, dan kadang-kadang dibuat mengambang oleh cerpenisnya. Cerpen jenis ini pada umumnya bersifat kontemporer, dan ditulis berdasarkan ide-ide atau gagasan-gagasan yang orisinal, sehingga lajim disebut sebagai cerpen ide (cerpen gagasan). Cerpen jenis ini sulit sekali dipahami oleh para pembaca awam sastra, harus dibaca berulang kali baru dapat dipahami sebagaimana mestinya. Para pembaca awam sastra menyebutnya cerpen kental atau cerpen berat.
Unsur Intrinsik Cerpen
Unsur-unsur intrinsik karya sastra berbentuk cerpen, adalah unsur-unsur pembangun struktur cerpen yang ada di dalam cerpen itu sendiri, yakni : (1) tema, (2) tokoh, (3) alur, (4) latar, (5) teknik penceritaan, dan (6) diksi.
Dari enam unsur instrinsik cerpen di atas, hanya unsur tokoh dan penokohan saja yang dibahas dalam penelitian ini. Sehubungan dengan itu maka teori sastra yang dikutip pada bagian landasan teori ini hanya teori tentang tokoh dan penokohan saja.
Cerpen merupakan karya sastra yang harus mempunyai unsur intrinsik yang disebut tokoh dan penokohan, karena peristiwa demi peristiwa yang diceritakan di dalam sebuah cerpen, tanpa kecuali, sudah pasti adalah peristiwa yang diandaikan sebagai peristiwa yang dialami oleh para tokoh ceritanya. Jelasnya, tanpa tokoh mustahil ada cerita dan tanpa cerita tak ada karya sastra.
Tokoh cerita bisa dibedakan berdasarkan peranannya, yakni tokoh utama, tokoh pembantu, dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang memegang peranan penting dalam cerita. Tokoh inilah yang menjadi pendukung tema utama dalam cerita. Berdasarkan watak yang diperankan, tokoh utama dapat dibedakan menjadi tokoh protagonis (tokoh baik), tokoh antagonis (tokoh jahat), tokoh wirawan/wirawati (tokoh baik pendukung tokoh protagonis), dan tokoh antiwirawan/antiwirawati (tokoh jahat pendukung tokoh antagonis). Dalam kasus di mana tokoh utamanya lebih dari satu orang maka tokoh yang lebih penting disebut tokoh inti (tokoh pusat).
Para tokoh dimaksud, lebih-lebih tokoh protagonis dan tokoh antagonisnya harus digambarkan sebagai tokoh dengan profil yang utuh. Menurut Mido (1994:21), tokoh utama harus digambarkan sebagai tokoh yang hidup, tokoh yang utuh, bukan tokoh mati yang sekadar menjadi boneka mainan ditangan pengarangnya. Tokoh cerita harus digambarkan sebagai tokoh yang memiliki kepribadian, berwatak dan memiliki sifat-sifat tertentu.
Gambaran lengkap profil tokoh utama yang utuh dimaksud meliputi 3 dimensi, yakni: fisiologis, psikologis, dan sosiologis.
1. Dimensi fisiologis, meliputi penggambaran ciri-ciri fisik tokoh cerita, seperti: jenis kelamin, bentuk tubuh, usia, ciri-ciri tubuh, kadaan tubuh, dan raut wajah, pakaian dan perhiasan.
2. Dimensi sosiologis meliputi penggambaran ciri-ciri sosial tokoh cerita, seperti: status sosial, jabatan, pekerjaan, peranan sosial, pendidikan, kehidupan pribadi, kehidupan keluarga, pandangan hidup, ideologi, agama, aktifitas sosial, orpol/ormas yang dimasuki, kegemaran, keturunan dan suku bangsa.
3. Dimensi psikologis meliputi penggambaran ciri-ciri psikologis tokoh cerita, seperti: mentalitas, norma-norma moral, temperamen, perasaan, keinginan, sikap, watak/karakter, kecerdasan (IQ), keahlian dan kecakapan khusus.
Dalam rangka menggambarkan dimensi fisiologis, psikologis, dan sosioloogis, para tokoh ceritanya, para pengarang ada yang melakukannya secara langsung dengan metode diskursif (eksplisit) dan ada pula yang melakukannya secara tidak langsung dengan metode dramatik (implisit).
Metode langsung (eksplisit) mengarah pada cara pengarangnya yang menyebutkan secara langsung ciri-ciri fisik (dimensi fisioloogis), ciri-ciri fisik (dimensi fisikologis), ciri-ciri sosial (dimensi sosial) dan ciri-ciri psikologis (dimensi psikologis) yang dilekatkannya pada tokoh cerita. Sementara metode tidak langsung (implisit) mengarah pada cara mengarangnya yang tidak menyebutkan secara langsung ciri-ciri fisik (dimensi fisiologis), ciri-ciri sosial (dimensi sosial) dan ciri-ciri psikologis (dimensi psikologis) yang dilekatkannya pada tokoh cerita (Mido, 1994:22-23).
Menurut Mido (1994:24-36), watak tokoh cerita dalam metode tidak langsung (implisit) dilukiskan melalui sejumlah deskripsi yang bersifat implisit seperti : (1) melalui deskripsi fisik, (2) melalui deskripsi mimik dan sikap tubuh, (3) melalui ucapan dan pikiran tokoh yang bersangkutan, (4) melalui deskripsi perbuatan, (5) melalui dialog antara tokoh cerita, (6) melalui deskripsi kepemilikan atas benda-benda dan lingkungan tempat tinggalnya, (7) melalui nama tokoh, dan (8) melalui reaksi, ucapan dan pendapat tokoh lain.
Cerpen adalah singkatan dari cerita pendek, disebut demikian karena jumlah halamannya yang sedikit, situasi dan tokoh ceritanya juga digambarkan secara terbatas (Rani, 1996:276).
Mengutip Edgar Allan Poe, Jassin (1961:72) mengemukakan cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam (dalam Nurgiyantoro, 2000:72).
Dalam bukunya berjudul Anatomi Sastra (1993:34), Semi mengemukakan: cerpen ialah karya sastra yang memuat penceritaan secara memusat kepada suatu peristiwa pokok saja. Semua peristiwa lain yang diceritakan dalam sebuah cerpen, tanpa kecuali ditujukan untuk mendukung peristiwa pokok.
Masih menurut Semi, dalam kesingkatannya itu cerpen akan dapat menampakan pertumbuhan psikologis para tokoh ceritanya, hal ini berkat perkembangan alur ceritanya sendiri. Ini berarti, cerpen merupakan bentuk ekspresi yang dipilih dengan sadar oleh para sastrawan penulisnya.
Berdasarkan jumlah katanya, cerpen dipatok sebagai karya sastra berbentuk prosa fiksi dengan jumlah kata berkisar antara 750-10.000 kata. Berdasarkan jumlah katanya, cerpen dapat dibedakan menjadi 3 tipe, yakni.
1. Cerpen mini (flash), cerpen dengan jumlah kata antara 750-1.000 buah.
2. Cerpen yang ideal, cerpen dengan jumlah kata antara 3.000-4000 buah.
3. Cerpen panjang, cerpen yang jumlah katanya mencapai angka 10.000 buah. Cerpen jenis ini banyak ditulis oleh cerpenis Amerika Serikat, Amerika Latin, dan Eropa pada kurun waktu 1940-1960 (Pranoto, 2007:13-14).
Berdasarkan teknik cerpenis dalam mengolah unsur-unsur intrinsiknya cerpen dapat dibedakan menjadi 2 tipe, yakni.
1. Cerpen sempurna (well made short-story), cerpen yang terfokus pada satu tema dengan plot yang sangat jelas, dan ending yang mudah dipahami. Cerpen jenis ini pada umumnya bersifat konvensional dan berdasar pada realitas (fakta). Cerpen jenis ini biasanya enak dibaca dan mudah dipahami isinya. Pembaca awam bisa membacanya dalam tempo kurang dari satu jam
2. Cerpen tak utuh (slice of life short-story), cerpen yang tidak terfokus pada satu tema (temanya terpencar-pencar), plot (alurnya) tidak terstruktur, dan kadang-kadang dibuat mengambang oleh cerpenisnya. Cerpen jenis ini pada umumnya bersifat kontemporer, dan ditulis berdasarkan ide-ide atau gagasan-gagasan yang orisinal, sehingga lajim disebut sebagai cerpen ide (cerpen gagasan). Cerpen jenis ini sulit sekali dipahami oleh para pembaca awam sastra, harus dibaca berulang kali baru dapat dipahami sebagaimana mestinya. Para pembaca awam sastra menyebutnya cerpen kental atau cerpen berat.
Unsur Intrinsik Cerpen
Unsur-unsur intrinsik karya sastra berbentuk cerpen, adalah unsur-unsur pembangun struktur cerpen yang ada di dalam cerpen itu sendiri, yakni : (1) tema, (2) tokoh, (3) alur, (4) latar, (5) teknik penceritaan, dan (6) diksi.
Dari enam unsur instrinsik cerpen di atas, hanya unsur tokoh dan penokohan saja yang dibahas dalam penelitian ini. Sehubungan dengan itu maka teori sastra yang dikutip pada bagian landasan teori ini hanya teori tentang tokoh dan penokohan saja.
Cerpen merupakan karya sastra yang harus mempunyai unsur intrinsik yang disebut tokoh dan penokohan, karena peristiwa demi peristiwa yang diceritakan di dalam sebuah cerpen, tanpa kecuali, sudah pasti adalah peristiwa yang diandaikan sebagai peristiwa yang dialami oleh para tokoh ceritanya. Jelasnya, tanpa tokoh mustahil ada cerita dan tanpa cerita tak ada karya sastra.
Tokoh cerita bisa dibedakan berdasarkan peranannya, yakni tokoh utama, tokoh pembantu, dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang memegang peranan penting dalam cerita. Tokoh inilah yang menjadi pendukung tema utama dalam cerita. Berdasarkan watak yang diperankan, tokoh utama dapat dibedakan menjadi tokoh protagonis (tokoh baik), tokoh antagonis (tokoh jahat), tokoh wirawan/wirawati (tokoh baik pendukung tokoh protagonis), dan tokoh antiwirawan/antiwirawati (tokoh jahat pendukung tokoh antagonis). Dalam kasus di mana tokoh utamanya lebih dari satu orang maka tokoh yang lebih penting disebut tokoh inti (tokoh pusat).
Para tokoh dimaksud, lebih-lebih tokoh protagonis dan tokoh antagonisnya harus digambarkan sebagai tokoh dengan profil yang utuh. Menurut Mido (1994:21), tokoh utama harus digambarkan sebagai tokoh yang hidup, tokoh yang utuh, bukan tokoh mati yang sekadar menjadi boneka mainan ditangan pengarangnya. Tokoh cerita harus digambarkan sebagai tokoh yang memiliki kepribadian, berwatak dan memiliki sifat-sifat tertentu.
Gambaran lengkap profil tokoh utama yang utuh dimaksud meliputi 3 dimensi, yakni: fisiologis, psikologis, dan sosiologis.
1. Dimensi fisiologis, meliputi penggambaran ciri-ciri fisik tokoh cerita, seperti: jenis kelamin, bentuk tubuh, usia, ciri-ciri tubuh, kadaan tubuh, dan raut wajah, pakaian dan perhiasan.
2. Dimensi sosiologis meliputi penggambaran ciri-ciri sosial tokoh cerita, seperti: status sosial, jabatan, pekerjaan, peranan sosial, pendidikan, kehidupan pribadi, kehidupan keluarga, pandangan hidup, ideologi, agama, aktifitas sosial, orpol/ormas yang dimasuki, kegemaran, keturunan dan suku bangsa.
3. Dimensi psikologis meliputi penggambaran ciri-ciri psikologis tokoh cerita, seperti: mentalitas, norma-norma moral, temperamen, perasaan, keinginan, sikap, watak/karakter, kecerdasan (IQ), keahlian dan kecakapan khusus.
Dalam rangka menggambarkan dimensi fisiologis, psikologis, dan sosioloogis, para tokoh ceritanya, para pengarang ada yang melakukannya secara langsung dengan metode diskursif (eksplisit) dan ada pula yang melakukannya secara tidak langsung dengan metode dramatik (implisit).
Metode langsung (eksplisit) mengarah pada cara pengarangnya yang menyebutkan secara langsung ciri-ciri fisik (dimensi fisioloogis), ciri-ciri fisik (dimensi fisikologis), ciri-ciri sosial (dimensi sosial) dan ciri-ciri psikologis (dimensi psikologis) yang dilekatkannya pada tokoh cerita. Sementara metode tidak langsung (implisit) mengarah pada cara mengarangnya yang tidak menyebutkan secara langsung ciri-ciri fisik (dimensi fisiologis), ciri-ciri sosial (dimensi sosial) dan ciri-ciri psikologis (dimensi psikologis) yang dilekatkannya pada tokoh cerita (Mido, 1994:22-23).
Menurut Mido (1994:24-36), watak tokoh cerita dalam metode tidak langsung (implisit) dilukiskan melalui sejumlah deskripsi yang bersifat implisit seperti : (1) melalui deskripsi fisik, (2) melalui deskripsi mimik dan sikap tubuh, (3) melalui ucapan dan pikiran tokoh yang bersangkutan, (4) melalui deskripsi perbuatan, (5) melalui dialog antara tokoh cerita, (6) melalui deskripsi kepemilikan atas benda-benda dan lingkungan tempat tinggalnya, (7) melalui nama tokoh, dan (8) melalui reaksi, ucapan dan pendapat tokoh lain.
kalimat efektif
KALIMAT EFEKTIF
Kalimat efektif adalah kalimat yang secara tepat dapat mewakili
gagasan atau perasaan pembicara atau penulis dan sanggup menimbulkan
gagasan yang sama tepatnya di dalam pikiran pendengar atau pembaca
seperti yang dipikirkan oleh pembicara atau penulis.
SYARAT KALIMAT EFEKTIF :
a. Bentukan kata harus sesuai EYD
b. Struktur kalimat tepat
c. Kesejajaran
d. Kontaminasi
e. Pleonasme
f. Menggunakan kata baku
g. Kelogisan
h. Selalu menggunakan EYD
A. Bentukan kata
Salah satu penyebab kalimat tidak efektif adalah penggunaan bentukan kata berimbuhan yang tidak tepat.
Contoh:
1. Anak-anak melempari batu ke dalam sungai.
2. Guru menugaskan siswanya membuat karangan.
Kalimat-kalimat tersebut tidak efektif karena menggunakan kata berimbuhan yang tidak tepat. Akhiran –i pada kata melempari pada kalimat 1 membutuhkan objek yang bergerak, sedangkan akhiran –kan pada kata menugaskan membutuhkan objek yang diam.
Perbaikannya :
1. Anak-anak melemparkan batu ke dalam sungai.
2. Guru menugasi siswanya membuat karangan.
B. Struktur kalimat
Penyebab lain ketidakefektifan kalimat adalah pemakaian struktur kalimat yang tidak tepat. Misalnya, penempatan subjek dan predikat yang tidak jelas.
Contoh:
1. Di antara ketiga anaknya memiliki perbedaan sifat.
2. Kalau lulus ujian, maka saya akan mengadakan syukuran.
Kalimat 1 tersebut tidak efektif karena tidak ada subjeknya. Subjek kalimat tersebut terganggu oleh adanya preposisi di. Sementara pada kalimat 2 induk kalimat saya akan mengadakan syukuran terganggu oleh munculnya konjungsi maka.
Perbaikannya :
1. a. Ketiga anaknya memiliki perbedaan sifat
b. Di antara ketiga anaknya terdapat perbedaan sifat
2. Kalau lulus ujian, saya akan mengadakan syukuran.
C. Kesejajaran
Kesejajaran berarti kesamaan bentuk kata yang digunakandalam kalimat. Bila bentuk pertama menggunakan kata kerja, bentuk selanjutnya juga harus kata kerja. Dan seterusnya.
Contoh:
1. Tugas para pekerja itu adalah mengecat rumah, perbaikan saluran air, dan pemasangan pagar.
2. Kegiatan hari ini adalah mengedit karangan yang masuk dan perbaikan kata-kata yang salah.
Perbaikannya :
1. Tugas para pekerja itu adalah pengecatan rumah, perbaikan saluran air, dan pemasangan pagar.
2. Kagiatan hari ini adalah pengeditan karangan yang masuk dan perbaikan kata-kata yang salah.
SYARAT KALIMAT EFEKTIF :
a. Bentukan kata harus sesuai EYD
b. Struktur kalimat tepat
c. Kesejajaran
d. Kontaminasi
e. Pleonasme
f. Menggunakan kata baku
g. Kelogisan
h. Selalu menggunakan EYD
A. Bentukan kata
Salah satu penyebab kalimat tidak efektif adalah penggunaan bentukan kata berimbuhan yang tidak tepat.
Contoh:
1. Anak-anak melempari batu ke dalam sungai.
2. Guru menugaskan siswanya membuat karangan.
Kalimat-kalimat tersebut tidak efektif karena menggunakan kata berimbuhan yang tidak tepat. Akhiran –i pada kata melempari pada kalimat 1 membutuhkan objek yang bergerak, sedangkan akhiran –kan pada kata menugaskan membutuhkan objek yang diam.
Perbaikannya :
1. Anak-anak melemparkan batu ke dalam sungai.
2. Guru menugasi siswanya membuat karangan.
B. Struktur kalimat
Penyebab lain ketidakefektifan kalimat adalah pemakaian struktur kalimat yang tidak tepat. Misalnya, penempatan subjek dan predikat yang tidak jelas.
Contoh:
1. Di antara ketiga anaknya memiliki perbedaan sifat.
2. Kalau lulus ujian, maka saya akan mengadakan syukuran.
Kalimat 1 tersebut tidak efektif karena tidak ada subjeknya. Subjek kalimat tersebut terganggu oleh adanya preposisi di. Sementara pada kalimat 2 induk kalimat saya akan mengadakan syukuran terganggu oleh munculnya konjungsi maka.
Perbaikannya :
1. a. Ketiga anaknya memiliki perbedaan sifat
b. Di antara ketiga anaknya terdapat perbedaan sifat
2. Kalau lulus ujian, saya akan mengadakan syukuran.
C. Kesejajaran
Kesejajaran berarti kesamaan bentuk kata yang digunakandalam kalimat. Bila bentuk pertama menggunakan kata kerja, bentuk selanjutnya juga harus kata kerja. Dan seterusnya.
Contoh:
1. Tugas para pekerja itu adalah mengecat rumah, perbaikan saluran air, dan pemasangan pagar.
2. Kegiatan hari ini adalah mengedit karangan yang masuk dan perbaikan kata-kata yang salah.
Perbaikannya :
1. Tugas para pekerja itu adalah pengecatan rumah, perbaikan saluran air, dan pemasangan pagar.
2. Kagiatan hari ini adalah pengeditan karangan yang masuk dan perbaikan kata-kata yang salah.
pengertian puisi
Puisi (dari bahasa Yunani kuno: ποιÎω/ποιῶ (poiéo/poió) = I create) adalah seni tertulis di mana bahasa digunakan untuk kualitas estetiknya untuk tambahan, atau selain arti semantiknya.
Penekanan pada segi estetik suatu bahasa dan penggunaan sengaja pengulangan, meter dan rima adalah yang membedakan puisi dari prosa.
Namun perbedaan ini masih diperdebatkan. Beberapa ahli modern memiliki
pendekatan dengan mendefinisikan puisi tidak sebagai jenis literatur
tapi sebagai perwujudan imajinasi manusia, yang menjadi sumber segala
kreativitas. Selain itu puisi juga merupakan curahan isi hati seseorang
yang membawa orang lain ke dalam keadaan hatinya.
Baris-baris pada puisi dapat berbentuk apa saja (melingkar, zigzag dan lain-lain). Hal tersebut merupakan salah satu cara penulis untuk menunjukkan pemikirannnya. Puisi kadang-kadang juga hanya berisi satu kata/suku kata
yang terus diulang-ulang. Bagi pembaca hal tersebut mungkin membuat
puisi tersebut menjadi tidak dimengerti. Tapi penulis selalu memiliki
alasan untuk segala 'keanehan' yang diciptakannya. Tak ada yang
membatasi keinginan penulis dalam menciptakan sebuah puisi. Ada beberapa
perbedaan antara puisi lama dan puisi baru
Namun beberapa kasus mengenai puisi modern atau puisi cyber
belakangan ini makin memprihatinkan jika ditilik dari pokok dan kaidah
puisi itu sendiri yaitu 'pemadatan kata'. kebanyakan penyair aktif
sekarang baik pemula ataupun bukan lebih mementingkan gaya bahasa dan
bukan pada pokok puisi tersebut.
Pengertian debat
Debat
1. Definisi Debat
Istilah debat berasal dari bahasa Inggris, yaitu debate. Istilah tersebut identik dengan istilah sawala yang
ebrasal dari bahasa Kawi yang berarti berpegang teguh pada argumen
tertentu dalam strategi bertengkar atau beradu pendapat untuk saling
mengalahkan atau memenangkan lidah. Jadi, definisi dari debat sendiri
adalah suatu cara untuk menyampaikan ide secara logika dalam bentuk
argumen disertai bukti–bukti yang mendukung kasus dari masing–masing
pihak yang berdebat.
Debat
di Indonesia sendiri dibagi menjadi dua aliran, yang pertama adalah
aliran konvensional atau aliran yang jarang dipakai, dan yang kedua
adalah aliran yang mengikuti standar internasional atau aliran yang yang
sekarang sedang digalakkan pemakaiannya di Indonesia. Sistim inilah
yang menjadi acuan dalam makalah kami.
Secara
umum debat sendiri dapat dilakukan dengan cara berkelompok, yaitu ada
dua pihak yang di sini masing–masing memegang peranan sebagai pihak
positif dan negatif. Selain itu, mereka mencoba mempertahankan argumen
mereka dengan di dukung oleh bukti–bukti serta fakta–fakta yang
mendukung kasus mereka, namun terlebih dahulu sebelum mereka melakukan
hal tersebut kedua belah pihak harus memberikan suatu parameter yang
jelas mengenai kasus (motion) mereka atau memberikan suatu definisi yang menjelaskan kemana arah dari kasus mereka.
2. Tujuan Debat
Tujuan
dari debat sendiri adalah upaya kedua belah pihak yang mencoba
membangun suatu kasus dengan didukung oleh argumen–rgumen yang mendukung
kasus mereka dimana cara membuat satu argumen yang baik dan benar
adalah suatu argumen selalu berdasarkan pada pertanyaan–pertanyaan dasar
berupa; Apa (What),Mengapa (Why), Bagaimana (How), dan Kesimpulannya (So What is The conclusion).
Di sini selain diperlukan kemampuan berbahasa yang baik dan benar juga
dibutuhkan pula logika dan analogi pola pikir yang benar mengenai
pengetahuan pengetahuan umum atau kasus – kasus yang sedang terjadi di
dalam masyarakat. Selain hal–hal tersebut juga diperlukan kemampuan
merespon suatu masalah (rebuttal) dikarenakan disini terjadi adanya
suatu proses saling mempertahankan pendapat antara kedua belah pihak.
Selain itu di dalam debat sendiri ada suatu pantangan atau batasan
pembahasan masalah yang akan dibahas yaitu dilarang mennyangkut pautkan
suku, agama, ras, dan adat, dsebabkan di dalam debat sendiri kita masih
menggunakan etika sebagai seorang manusia untuk berpendapat.
3. Topik Debat
Topik debat, atau yang biasa disebut motion, adalah suatu permasalahan umum yang terjadi di dalam masyarakat dan diketahui secara global oleh setiap orang. Dalam membuat suatu topik diperlukan adanya suatu kejelian karena pada dasarnya sebuah topik harus mengikuti analogi “Kacang di dalam kulit”,
artinya suatu topik debat harus memiliki kemampuan untuk dapat dikupas
atau ditelaah secara mendalam. Hal ini diperlukan karena pada saat
proses berdebat mulai para pihak baik positif maupun negatif akan
memberikan suatu parameter kasus disertai dengan definisi untuk
memeperjelas arah debat tadi. Di dalam memberikan parameter atau
definisi dari sebuah topik sendiri ada beberapa hal yang tidak boleh
dilakukan diantaranya adalah; Kebenaran alam atau nyata yang tak
terbantahkan (Truistic), Tidak memiliki hubungan logika yang jelas
(Tautological), Definisi yang melenceng atau tidak masuk akal
(Squirelink) dan Memberikan patokan waktu atau tempat yang menguntungkan
salah satu pihak (Time and Place Setting). Hal ini tidak boleh
dilakukan dikarenakan dalam berdebat kita juga menggunakan kaidah “Fair
and Square” atau menang secara adil.
Berikut ini beberapa contoh dari topik yang sering digunakan adalah bahwa
1. pasangan homoseksual diperbolehkan memperoleh anak
2. debat presiden harus disiarkan di TV
3. anak-anak di Aceh tidak boleh diadopsi oleh orang di luar Aceh
4. wanita harus menyatakan cintanya terlebih dahulu
5. Indonesia harus menyerang Malaysia
6. rakyat harus mendukung kenaikan BBM
7. prostitusi harus dilegalkan, diberi pajak, tax, dan regulasi (aturan khusus)
8. sistem PILKADA langsung tidak efektif
9. sistem KBK tidak efektif utnuk diterapkan di Indonesia
10. euthanasia harus dilegalkan
paragraf argumentasi
Paragraf argumentasi adalah sebuah paragraf yang menjelaskan pendapat
dengan berbagai keterangan dan alasan. Hal ini dimaksudkan untuk
meyakinkan pembaca. Selain itu, paragraf tersebut dikembangkan dengan
pola pengembangan sebab akibat. Hubungan sebab akibat mula-mula bertolak
dari suatu peristiwa yang dianggap sebagai sebab yang diketahui,
kemudian bergerak maju menuju suatu kesimpulan sebagai efek atau akibat.
Efek yang muncul dapat berupa efek tunggal dan efek jamak
(bersama-sama)
Adapun ciri-ciri paragraf argumentasi adalah sebagai berikut:
Adapun ciri-ciri paragraf argumentasi adalah sebagai berikut:
- Paragraf argumentasi mengandung kebenaran untuk mengubah sikap dan keyakinan orang mengenai topik yang dibahas
- Paragraf argumentasi mengandung data atau fakta-fakta yang dapat dipertanggungjawabkan
- Penjelasan dalam paragraf argumentasi disampaikan secara logis
Berikut ini adalah contoh dari paragraf argumentasi:
Pendidikan gratis hanya janji yang bergema luas saat kampanye dan pemilihan pimpinan daerah maupun pusat. Saat pemilihan usai akan lain ceritanya. Anak-anak miskin di kota, desa, dan pedalaman tetap mengalami kesulitan untuk mengakses pendidikan yang layak. Di perkotaan sekolah berlomba-lomba meningkatkan sarana dan prasaran dengan jalan menaikkan pungutan dengan dalil sumbangan pendidikan, uang gedung, dan lain-lain karena biasanya masyarakat perkotaan lebih memilih sekolah yang mempunyai sarana pendidikan yang baik sehingga mereka tidak akan segan untuk membayar mahal demi memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak-anak mereka. Sebaliknya di pinggiran kota, pedesaan, dan pedalaman, sekolah tidak bisa mengenakan pungutan kepada orang tua siswa karena tidak ada lagi yang bisa dipungut dari masyarakat. Para siswa harus puas dengan kondisi fasilitas pendidikan yang jauh dari kata layak.
paragraf eksposisi
- bahasa indonesia
- biografi
- filsafat
- hari nasional
- Karya Ilmiah
- kebudayaan
- Makalah Pendidikan
- nasionalisme
- Paragraf
- pendidikan
- politik
- Uncategorized
Pengertian Paragraf Eksposisi Ciri-ciri,Jenis-jenis dan Contoh Paragraf Eksposisi
Paragraf Eksposisi - Pada postingan kali ini saya akan membahas tentang Pengertian Paragraf Eksposisi beserta contoh ,,, mengenai
- Pengertian Paragraf Eksposisi.
- jenis-jenis Paragraf Eksposisi.
- contoh-contoh Paragraf Eksposisi.
- ciri-ciri Paragraf Eksposisi. lansung saja ke TKP
Paragraf Eksposisi
merupakan karangan yang bertujuan untuk menginformasikan tentang sesuatu
sehingga memperluas pengetahuan pembaca. Karangan eksposisi bersifat
ilmiah/nonfiksi. Sumber karangan ini dapat diperoleh dari hasil
pengamatan, penelitian atau pengalaman.
Paragraf Eksposisi tidak selalu terbagi
atas bagian-bagian yang disebut pembukaan, pengembangan, dan penutup.
Hal ini sangat tergantung dari sifat karangan dan tujuan yang hendak
dicapai.
ciri-ciri paragraf eksposisi, antara lain adalah :
- berusaha menjelaskan tentang sesuatu
- gaya tulisan bersifat informatif
- fakta dipakai sebagai alat kontribusi
- fakta dipakai sebagai alt konkritasi
Contoh Paragraf Eksposisi 1 (klasifikasi)
Pemerintah akan memberikan bantuan pembangunan rumah atau bangunan kepada korban gempa. Bantuan pembangunan rumah atau bangunan tersebut disesuaikan dengan tingkat kerusakannya. Warga yang rumahnya rusak ringan mendapat bantuan sekitar 10 juta. Warga yang rumahnya rusak sedang mendapat bantuan sekitar 20 juta. Warga yang rumahnya rusak berat mendapat bantuan sekitar 30 juta. Calon penerima bantuan tersebut ditentukan oleh aparat desa setempat dengan pengawasan dari pihak LSM.
paragraf deskripsi
Paragraf deskripsi adalah paragraf yang
bertujuan untuk memberikan kesan/impresi kepada pembaca terhadap objek,
gagasan, tempat, peristiwa, dan semacamnya yang ingin disampaikan
penulis. Atau secara singkat paragraf deskripsi bisa diartikan sebagai
paragraf yang isinya menggambarkan suatu objek sehingga sehingga pembaca
bisa seolah-olah melihat dan merasakan apa yang tertulis dalam paragraf
tersebut.
Beriktu ini adalah contoh paragraf deskripsi:
"Pemandangan Pantai Parangtritis
- Yogya sangat mempesona. di sebelah kiri terlihat tebing yang sangat
tinggi dan di sebelah kanan kita bisa melihat batu karang besar yang
seolah-olah siap menjaga gempuran ombak yang datang setiap saat.
Banyaknya wisatawan yang selalu mengunjungi Pantai Parangtritis ini
membuat pantai ini tidak pernah sepi dari pengunjung. Di pantai
Parangtritis ini kita bisa bermain pasir dan merasakan hembusan segar
angin laut. Kita juga bisa naik kuda ataupun angkutan sejenis andong
yang bisa membawa kita ke area karang laut yang sungguh sangat indah.
Disore hari, kita bisa melihat matahari terbenam yang merupakan momen
sangat istimewa melihat matahari yang seolah-olah amsuk ke dalam
hamparan air laut"
paragraf narasi
Paragraf Narasi - Apa itu Paragraf Narasi? apa definisinya? pernahkah teman teman menulis sebuah paragraf narasi?
Paragraf narasi merupakan salah satu jenis paragraf yang mengisahkan suatu kejadian atau peristiwa berdasarkan urutan waktu. Paragraf narasi terdiri atas narasi kejadian dan narasi runtut cerita.
1. Paragraf narasi kejadian adalah paragraf yang menceritakan suatu kejadian atau peristiwa.
2. Paragraf narasi runtut cerita adalah pola pengembangan yang menceritakan suatu urutan dari tindakan atau perbuatan dalam menciptakan atau menghasilkan sesuatu.
Berdasarkan jenis cerita, narasi dibagi menjadi dua macam.
1. Narasi yang mengisahkan peristiwa yang benar-benar terjadi atau cerita nonfiksi. Misalnya, cerita perjuangan pahlawan, riwayat atau laporan perjalanan, biografi, dan autobiografi.
2. Narasi yang hanya mengisahkan suatu hasil rekaan, khayalan, atau imajinasi pengarang. Jenis karangan ini dapat dilihat pada roman, cerpen, hikayat, dongeng, dan novel. Jenis karangan narasi ini disebut karangan narasi sugestif. Narasi sugestif selalu melibatkan daya khayal atau imajinasi karena sasaran yang ingin dicapai yaitu kesan terhadap peristiwa.
Paragraf narasi merupakan salah satu jenis paragraf yang mengisahkan suatu kejadian atau peristiwa berdasarkan urutan waktu. Paragraf narasi terdiri atas narasi kejadian dan narasi runtut cerita.
1. Paragraf narasi kejadian adalah paragraf yang menceritakan suatu kejadian atau peristiwa.
2. Paragraf narasi runtut cerita adalah pola pengembangan yang menceritakan suatu urutan dari tindakan atau perbuatan dalam menciptakan atau menghasilkan sesuatu.
Berdasarkan jenis cerita, narasi dibagi menjadi dua macam.
1. Narasi yang mengisahkan peristiwa yang benar-benar terjadi atau cerita nonfiksi. Misalnya, cerita perjuangan pahlawan, riwayat atau laporan perjalanan, biografi, dan autobiografi.
2. Narasi yang hanya mengisahkan suatu hasil rekaan, khayalan, atau imajinasi pengarang. Jenis karangan ini dapat dilihat pada roman, cerpen, hikayat, dongeng, dan novel. Jenis karangan narasi ini disebut karangan narasi sugestif. Narasi sugestif selalu melibatkan daya khayal atau imajinasi karena sasaran yang ingin dicapai yaitu kesan terhadap peristiwa.
kerawang bekasi : chairil anwar
KRAWANG-BEKASI
Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi
Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi
penulis karya satra angkatan 45
Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1945
Chairil Anwar
Kerikil Tajam (1949)
Deru Campur Debu (1949)
Asrul Sani, bersama Rivai Apin dan Chairil Anwar
Tiga Menguak Takdir (1950)
Idrus
Dari Ave Maria ke Djalan Lain ke Roma (1948)
Aki (1949)
Perempuan dan Kebangsaan
Achdiat K. Mihardja
Atheis (1949)
Trisno Sumardjo
Kata hati dan Perbuatan (1952)
Utuy Tatang Sontani
Suling (drama) (1948)
Tambera (1949)
Awal dan Mira - drama satu babak (1962)
Suman Hs.
Kasih Ta' Terlarai (1961)
Mentjari Pentjuri Anak Perawan (1957)
Pertjobaan Setia (1940)
Chairil Anwar
Kerikil Tajam (1949)
Deru Campur Debu (1949)
Asrul Sani, bersama Rivai Apin dan Chairil Anwar
Tiga Menguak Takdir (1950)
Idrus
Dari Ave Maria ke Djalan Lain ke Roma (1948)
Aki (1949)
Perempuan dan Kebangsaan
Achdiat K. Mihardja
Atheis (1949)
Trisno Sumardjo
Kata hati dan Perbuatan (1952)
Utuy Tatang Sontani
Suling (drama) (1948)
Tambera (1949)
Awal dan Mira - drama satu babak (1962)
Suman Hs.
Kasih Ta' Terlarai (1961)
Mentjari Pentjuri Anak Perawan (1957)
Pertjobaan Setia (1940)
Langganan:
Postingan (Atom)